Sebuah karya
fiktif teradaptasi dari salah satu lagu favorit saya. Andante -SJ-
Tittle : Andante
Author : Zen
Ikki ( www.facebook.com/zen.r.ikki )
General fiction/song fiction/
No matter how I try looking back on your memories
Those words I haven’t been able to escape
Till I reach the end of our separation
I turn around then turn around
Even the numerous feelings that have slowly built up
Even the numerous memories that have slowly filled in
Slowly I will forget them a bit more
Andante...
Those words I haven’t been able to escape
Till I reach the end of our separation
I turn around then turn around
Even the numerous feelings that have slowly built up
Even the numerous memories that have slowly filled in
Slowly I will forget them a bit more
Andante...
.
.
.
.
-
All
of Sungmin POV -
Aku tertidur di
tempat ini, tengkurap diatas bantalan yang tidak terlalu nyaman jika
dibandingkan dengan keadaanku. Melihat sekeliling yang berantakan, tidak ada
satu pun barang yang tergeletak rapi. Aku melakukannya tanpa sadar.
Air mata seolah
seperti darah yang keluar dari goresan luka yang begitu dalam, mengalir dan
tidak bisa terhenti. Selalu terbendung dibawah pelupuk mata, menunggu sedikit
gerakan atau sentuhan perasaan untuk segera menetes.
Akhirnya datang,
rasanya panas menjulur ke semua anggota tubuh, menusuk hati dengan sekali hentakan.
Sakit. Rasanya
sangat sakit sekali.
Aku melihat
keluar jendela, langit sudah mulai gelap. Tidak ada bintang, seolah mereka
mengerti perasaanku saat ini.
Kulihat awan
berwarna abu-abu gelap disana, warna yang berbeda dengan langit itu sendiri.
Bergerak begitu damai mengikuti pergumulan lainnya. Tidak begitu jelas, aku
tidak bisa melihatnya begitu jelas, air mata ini meutupi pandanganku. Semuanya
terasa kabur.
Angin semilir
menerbangkan beberapa helai rambut coklatku, mengibarkan ujung gorden jendela
di depanku, dan memindahkan beberapa robekan kertas foto yang telah berhasil
kurobek menjadi beberapa bagian.
Foto itu, sudah
tidak berbentuk. Sulit sekali untuk melihatnya menjadi utuh kembali.
perasaan sakit kembali muncul, seiring datangnya rintikan hujan yang menyentuh hidungku.
Tetes demi tetes, sedikit lebih merintik.
perasaan sakit kembali muncul, seiring datangnya rintikan hujan yang menyentuh hidungku.
Tetes demi tetes, sedikit lebih merintik.
Gerimis,
benar-benar gerimis. Memori itu kembali muncul, seperti slide-slide yang keluar
dengan jelas di depan mataku. Gerimis terindah saat pertama kali aku bertemu
denganmu.
Kau tersenyum,
bibir yang begitu manis seperti mengeluarkan kekuatan sendiri untuk menarikku
lebih mendekat. Rambut coklat berombak menutup leher, terbang terurai mengikuti
arah angin yang menyemilir bersama rerumputan yang kau duduki.
Masih tersenyum
tidak melepaskan sama sekali pandangmu, mata yang indah.
Aku mencoba sadar
bahwa ini sama sekali bukan khayalanku di siang hari, aku sempat mengira bahwa
kau adalah seorang bidadari yang turun, yang hanya akan ada di dalam mimpi.
Tapi kau tetap
tersenyum padaku, begitu nyata, sangat jelas sekali.
Jantungku
berdegup kencang, aku kehilangan kontrol atas diriku sendiri. Aku... jatuh
cinta padamu.
Aku kembali ke
tempat tidurku, membenamkan wajahku diantara bantal dan selimut yang tebal,
berharap akan segera berakhir, atau waktu bisa kembali disaat aku belum bertemu
denganmu. Aku hanya tidak ingin merasa sesakit ini lagi.
Mataku semakin
panas, selimutku hangat karna airmataku sendiri. Tubuhku tidak berhenti
berguncang menggerakan tempat tidurku.
Semuanya gelap...
Kau menutup
mataku dari balik punggungku, tanganmu begitu hangat dan lembut sekaligus.
Kau begitu kesal
karna aku mengetahuimu terlalu cepat dan itu membuatmu sedikit marah, lucu
sekali saat kau memajukan kedua bibirmu sambil menunjukan aura protes. Aku
hanya tersenyum dengan apa yang semuanya kau lakukan, bagiku tak ada yang buruk
sedikitpun dari dirimu. Kau terlalu sempurna.
Aku memlukmu
begitu erat, berharap bahwa kau tidak akan meninggalkanku, meninggalkan semua
apa yang telah menjadi cerita kita berdua.
Tetapi tidak, kau
memiliki fikiran tersendiri tentangmu. Tidak tau apa yang kau rasakan saat itu.
Kau menangis,
mengucapkan kata perpisahan yang sangat membuatku terpukul. Berjalan menjauh
dan semakin menjauh, hingga tidak terlihat lagi oleh jarak pandangku.
Aku tersentak,
bayangan wajahmu begitu jelas sekalipun hanya muncul di mimpiku. Tidak bisa
terhapuskan, semuanya sudah begitu nyata.
Sakit ini masih
terasa di ujung-ujung syaraf yang terhubung langsung dengan hatiku, kembali
menangisi apa yang telah terjadi di antar kita. Aku sungguh tidak ingin
berakhir seperti ini.
Kupendam kembali
wajahku diantara bantalan-bantalan yang membasah, kali ini lebih basah daripada
sebelumnya.
Rasa gelap
kembali memenuhi pandanganku.
Aku berada di
dalam terowongan gelap tak berujung, yang secara bertahap
menembus ke dalam mimpiku. Hanya ada dua arah, jalan lurus yang
artinya aku harus benar-benar meninggalkanmu dan menganggapmu sebagai kenangan
yang manis, yang hanya tersimpan sebagai bingkai memori yang akan terus terpajang
di atas logikaku, atau mundur ke belakang, berharap kau akan kembali kesisiku
seperti sebelumnya, memelukku, menciumku dan membuat jantungku berdebar setiap
harinya.
Aku
seperti sedang tersesat, tidak tau kemana tujuanku terhadapmu, dan membuatku
tidak bisa melarikan diri dari situasi ini.
Sampai
aku mencapai sebuah keputusan terberat untuk menghadapi perpisahan diantara
kita. Aku berjalan lurus kedepan, semakin berat langkah yang kutempuh, kakiku
tidak sanggup lagi untuk meneruskan langkahku, sakit, terlalu sakit.
Bayanganmu
kembali melintas didepan mataku, senyum indahmu yang membuatku semakin tidak
bisa untuk meninggalkanmu. Aku berbalik perlahan, seperti ada jiwa yang
tertinggal dari diriku.
Banyak
perasaan yang perlahan-lahan membangun, banyak kenangan yang perlahan-lahan
terisi dalam album memori kisah kita berdua.
Perlahan-lahan,
aku akan melupakanmu sedikit lebih perlahan-lahan. Agar aku, juga kau, tidak
ada yang terlalu tersakiti.
Ini hanya mimpi,
menyadarkanku akan suatu pilihan yang akan menentukan bagaimana diriku di
kemudian hari. Sebuah pilihan terberat, dan aku harus melakukannya dengan perlahan. Aku harus membiasakannya
mulai dari sekarang, membiasakan diri tanpamu.
Dalam mimpi aku
sudah terbiasa untuk tenang, aku siap untuk perpisahan kita. Walaupun di dalam
mimpi pun hatiku tidak bisa sepenuhnya melepaskanmu, tepat ketika aku mencapai
keputusan untuk melupakanmu.
Ketika aku
membuka mata, hari berganti tanpa terasa. Tidak peduli apakah hari ini adalah
hari Kamis atau Minggu, sekarang bahkan waktu berputar begitu cepat. Aku tidak
menyadari apapun tentang hal-hal di luar, bahkan disekelilingku, di tempat yang
sama seperti sebelumnya.
Kau harus sama
sepertiku, harus baik-baik saja dengan semua yang kau lakukan dan kau rasakan.
Dengan begitu kau akan mudah melupakanku perlahan, seperti aku mencoba
melakukan hal yang sama terhadapmu.
Kemudian
meletakkan semua kenangan kita di tempat yang indah, tidak peduli bagaimana aku
mencari kembali kenangan itu, tempat dimana aku tidak bisa melarikan diri sama
sekali, terperangkap didalam hatimu.
Aku berdiri di
depan rumahmu, memori kembli terlintas akan semua yang pernah kita lakukan di
tempat ini. Aku gila karna dirimu yang tidak berhenti mengembangkan senyum
hangat padaku.
Ingin sekali
lebih mendekat, menuju bayanganmu yang masih tersenyum disana. Namun kakiku
seolah tersangkut kawat berduri hingga tidak bisa kugerakan kemana-mana. Lemas,
seperti tidak memiliki kaki unuk berjalan, aku bahkan lupa bagaimana mengagkat
kaki dengan benar, lumpuh, aku tidak bisa menghampirimu.
Apa kau
melarangku? Apa kau yang tidak mengizinkanku untuk lebih mendekat? Setidaknya
biarkan aku mengenang sekali lagi, terakhir kali aku bisa melihat bersama-sama
denganmu.
Warna bening itu
keluar lagi, tidak bisa terhalang. Aku bahkan sulit bernafas karna ini terlalu
sesak, mataku memanas, kepalaku berputar. Mengapa? Mengapa hanya melupakanmu
sedikitpun harus merasa sakit seperti ini?
Meskipun aku mencoba
menahannya, mencoba memikirkan hal-hal tanpamu, hal-hal yang aku lakukan
bersama orang yang itu tidak ada kaitannya sama sekali denganmu, dengan maksud
agar aku tidak teringat akan sakit ini lagi. namun semuanya seperti sia-sia,
tidak membantu sama sekali, kau begitu
mendominasi bukan hanya di hatiku, tapi kau juga memenuhi isi otakku.
Silau, tumbuh di
depan mataku, air mataku secara bertahap menggenang, melewati pipi dan akhirnya
terjatuh dalam resapan tanah yang begitu kuat, tidak berbekas lagi.
Satu satunya
jalan, aku harus melupakan sedikit demi sedikit kenangan kita, perlahan-lahan.
Melakukan dengan
perlahan-lahan agar sakit itu tidak terlalu ketara.
Perlahan-lahan.
Andante....
Kyuhyn-ah...
-FINAL-
Maaf hanya
sedikit, mencoba mengadaptasi dari lagu favorit saya..
Dan maaf jika
hasilnya biasa-biasa saja, maklum baru belajar. Hihi..
Fighting ‘-‘)9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar